Alat musik tifa adalah instrumen tradisional yang berasal dari wilayah timur Indonesia. Terutama daerah Papua dan Maluku. Bentuknya menyerupai kendang dengan tubuh memanjang serta sedikit ramping.
Setiap suku memiliki sebutan tersendiri untuk piranti musik tradisional Tifa. Di Papua, misalnya, mereka populer dengan berbagai sebutan lokal. Sebut saja sireb di Biak, waku di Sentani, eme di Asmat, hingga kalin kla di Teminabuan.

Proses Pembuatan Alat Musik Tifa
Perlu dipahami bahwa tifa memiliki tiga bagian utama, yakni atas, tengah dan bawah. Dari membran hingga sedikit ke bawah dikenal sebagai sinan. Di bagian tengah memiliki nama snom kbor. Sedangkan bagian yang menyerupai ikat pinggang bernama samfar atau sarak. Untuk sisi paling bawah namanya romawa kasun dalam istilah masyarakat Biak.
Semua bagian-bagian tersebut memiliki fungsi dan bentuk berbeda-beda. Namun tentunya saling melengkapi sehingga menghasilkan bunyi khas tifa. Adapun cara pembuatannya meliputi:
1. Pemilihan Jenis Pohon
Tahap awal pembuatan tifa adalah memilih kayu linggua yang memiliki mutu terbaik. Pohon yang terpilih kemudian ditebang dan dipotong sesuai ukuran khusus.
Bahan kayu tersebut nantinya pengrajin bentuk menyerupai tabung alat musik kendang. Tetapi memiliki perbedaan pada ukuran dan tinggi. Dimensi alat musik tifa umumnya disesuaikan dengan jenis serta daerah asal pembuatnya.
2. Pengosongan Bagian Dalam Kayu
Setelah batang kayu linggua terbentuk, kayu diolah menjadi menyerupai tabung. Caranya yakni dengan melubangi bagian tengah hingga berongga.
Proses ini bertujuan untuk menghasilkan suara keras dan jernih saat alat para pemain pukul. Pengosongan bagian dalam kayu umumnya berlangsung singkat karena menggunakan peralatan khusus.
3. Proses Pengeringan Kulit Hewan
Alat musik tifa juga melewati tahap pengeringan kulit hewan. Dimana bagian bawah alat tertutup rapat, kemudian ujungnya dilapisi kulit hewan yang sudah melalui proses pengeringan.
Umumnya berasal dari kulit rusa. Namun, di beberapa wilayah, pengrajin juga memanfaatkan kulit soa-soa atau biawak. Tergantung pada ketersediaan bahan di daerah masing-masing.
4. Proses Pemasangan Penutup Tifa
Setelah kulit hewan benar-benar kering, tahap berikutnya adalah memanaskannya agar permukaan mengencang sempurna. Proses pemanasan ini berfungsi untuk menghasilkan tegangan kulit yang ideal sehingga suara tifa terdengar lebih jelas dan berkarakter kuat.
Para perajin meyakini bahwa tingkat kekeringan kulit sangat mempengaruhi kualitas bunyi yang keluar. Jika sudah mencapai kondisi baik, barulah penutup kulit dipasang pada badan tifa.
5. Pengukiran Tifa
Tahap akhir setelah menutup sisi ujung tifa adalah proses pengukiran atau pemberian hiasan. Unsur seni pada bagian ini biasanya menampilkan ciri khas daerah asal pembuatannya. Sehingga setiap tifa memiliki keindahan sekaligus makna budaya yang berbeda.
Berdasarkan video dari IndonesiaKaya, tampak sejumlah pemain musik menabuh tifa. Betul saja, bentuk alat perkusi berbahan kayu ini mirip kendang. Bagian atasnya tertutup kulit hewan berwarna kecoklatan yang menghasilkan bunyi khas saat dipukul. Menabuhnya langsung dengan tangan, tanpa alat bantu, menghasilkan suara “dug-dug” yang kuat dan dalam. Selain itu, pada badan instrumen tersebut terdapat ukiran yang menambah nilai estetika dan kekhasan tampilannya. Termasuk motif asmat, pola geometris dan masih banyak lagi.
Fungsi Perangkat Musik Tradisional Tifa
Tifa umumnya dipandang sebagai instrumen pengiring dalam sebuah pertunjukan. Kehadirannya mampu memperkuat bunyi keseluruhan, sehingga irama musik terdengar lebih jelas dan menarik bagi pendengar.
Alat ini juga menjadi salah satu instrumen penting yang kerap digunakan dalam upacara adat. Terutama pada tradisi masyarakat Papua dan Maluku. Mereka akan mengiringi ritmis yang memberi nuansa sakral sekaligus memperkuat suasana upacara agar terasa lebih khidmat.
Selain itu, jenis tifa yang dipakai biasanya disesuaikan dengan tarian dan lagu yang dibawakan, karena setiap variasi bunyi tifa dapat memengaruhi irama serta gerak para penari.
Permainan tifa dan instrumen tradisional lain dalam upacara adat umumnya hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa. Ini karena dipercaya kaum laki-laki memiliki kekuatan dan wibawa untuk memimpin jalannya ritual melalui alunan musik sakral. Tidak semua orang dapat menabuh tifa, sebab terdapat tahapan tertentu yang harus pemain jalani terlebih dahulu guna memperoleh izin dari tetua adat atau masyarakat setempat.
Perbandingan Tifa dan Kendang
Banyak yang membandingkan tifa dan kendang karena bentuk dan cara mainnya memang sama. Namun secara bentuk, tifa cenderung memanjang dan ujungnya tertutup kulit binatang. Menghasilkan suara nyaring dan tajam. Sedangkan kendang memiliki bentuk lebih besar dengan dua sisi kulit. Variasi nadanya lebih lembut dan dinamis.
Melalui keunikan bunyi dan nilai budayanya, alat musik tifa menjadi simbol identitas serta kebanggaan masyarakat Papua dan Maluku. Suaranya yang menggema dalam setiap upacara atau pertunjukan mencerminkan semangat persaudaraan serta kekayaan warisan nusantara yang patut dijaga dan dilestarikan. Satya