Alat Musik Tarawangsa Khas Sumedang yang Identik Untuk Perayaan Panen

Posted on

Ada banyak alat musik tradisional di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah. Masing-masing mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah masyarakat setempat. Setiap alat musik juga memiliki ciri khas dalam bentuk, bahan, cara memainkan, serta fungsi dalam kehidupan sosial maupun upacara adat. Salah satunya adalah alat musik Tarawangsa.

Alat Musik Tarawangsa
YouTube

Mengenal Sejarah Alat Musik Tarawangsa dan Maknanya

Tarawangsa merupakan kesenian tradisional khas Sumedang, Jawa Barat. Bentuknya mirip dengan kecapi.  Keberadaaannya sangat identik dengan perayaan panen.

Pasalnya, Tarawangsa sebagai sarana rasa syukur para petani atas hasil panen padi yang melimpah. Umumnya, para petani memainkan alat musik tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Sri atau dewi kesuburan. 

Kata “Tarawangsa” mempunyai makna dan arti tersembunyi di dalamnya. Banyak orang mengartikannya dalam bentuk berbeda-beda.  Ada yang menyebut kata ini merupakan gabungan dari tiga kata: Ta, Ra, dan Wangsa.

Ta memiliki arti meta atau pergerakan, Ra berarti api agung atau matahari, dan Wangsa adalah bangsa. Secara keseluruhan kata ini berarti sebagai “kisah pergerakan bangsa matahari”. Hal ini berkaitan dengan dunia pertanian yang sangat memerlukan matahari.

Selain itu, ada juga yang mendefinisikan perpaduan antara Sunda dengan agama Islam. Setelah perpaduan ini mereka mengartikan kata “Tarawangsa” sebagai akronim dari “Tatabeuhan Rakyat Wali Salapan” (tetabuhan rakyat sembilan wali).

Awal Mula Budaya Sawah Tercipta

Alat kesenian Tarawangsa berawal dari masa kejayaan Mataram ketika menguasai Sunda. Saat itu, pejabat Sunda harus datang ke Mataram setahun sekali dan masyarakat setempat belum mengenal adanya sawah.

Terutama terkait tata cara menanam padi dengan petakan air dan tanahnya menjadi lumpur. Padi di Sunda saat itu berupa huma yakni  padi yang waktu menanamnya waktu musim hujan.

Sementara itu, budaya sawah adalah budaya menetap, sedangkan huma adalah ladang berpindah. Orang-orang Sunda memakai satu petak lahan untuk bercocok-tanam, namun berpindah dengan maksud mengistirahatkan tanah supaya kembali subur. Dengan demikian, mereka berpindah ke tanah baru yang masih subur unsur haranya.

Faktanya, budaya sawah ini ternyata cukup menarik minat masyarakat Sunda. Oleh karena itu, sekelompok orang ada yang mencoba menyelundupkan padi sawah dari Mataram ke  Sunda.

Suatu hari, benih padi ini masuk ke dalam kecapi, namun cara penyelundupan menuai kegagalan. Percobaan terus dilakukan, hingga berhasil berkat penyelundupan di alat musik Tarawangsa. Padi tersebut lalu tumbuh subur di Sunda karena banyak gunung api dan bekas danau purba, sehingga membuat padi tumbuh lebat.

Wujud Syukur Adanya Panen

Orang Sunda yang mengenal budaya sawah ini lalu  bersyukur ketika panen tiba. Wujud rasa syukur mereka dengan memainkan alat musik Tarawangsa. Alasannya karena berhasil membawa padi ke Sunda. Syukur ini juga menjadi simbol penghormatan kepada Dewi Sri, sebagai dewi kesuburan.

Seiring perkembangan zaman, Tarawangsa yang awalnya hanya nama alat musik sekarang menjadi kesenian tradisional. Seni Tarawangsa erat kaitannya dengan ritual karena biasa dimainkan pada saat syukuran hasil panen. Hingga kini, daerah yang masih melestarikan alat musik tradisional tersebut adalah Desa Rancakalong, Sumedang, di Jawa Barat.

Cara Memainkan Alat Musik

Alat ini berbentuk seperti rebab, dan Tarawangsa hanya mempunyai dua senar. Ada bagian persegi panjang yang berfungsi seperti tabung, dan satu gagang panjang. Cara bermainnya dalam posisi alat berdiri seperti posisi selo ketika akan memainkannya. Selain itu, Tarawangsa berkolaborasi dengan paduan petikan kecapi khusus yang bernama Jentreng.

Berdasarkan video YouTube Abah Alif Tv, tampak pengguna memperlihatkan alat musik Tarawangsa dan memainkannya. Cara memainkannya dengan digesek dan setelahnya akan muncul bunyi yang nyaring. Selain itu, pengguna juga menjelaskan jika alat musik tersebut untuk ritual panen di wilayah Sunda tepatnya di Sumedang. Kesenian ini pada awalnya digunakan sebagai upacara ritual, khususnya untuk memohon panen melimpah dalam upacara Ngalaksa yang identik dengan Dewi Sri. 

Perbedaan Tarawangsa dengan Alat Musik Cianjuran

Permainan kacapi dalam alat musik Tarawangsa ini sangat berbeda dengan seni musik Cianjuran. Senar yang bergetar seketika harus ditekan dengan kuat, sehingga suaranya tidak mulus. Seperti inilah gambaran terkait alunan musik tersebut.

Perbedaan yang mencolok antara Jentreng Tarawangsa dengan kecapi Cianjuran yakni pada jumlah senar yang ada di dalamnya. Cianjuran memiliki tiga tingkatan “da-mi-na-ti-la” dengan jumlah senar 20, sementara jentreng hanya terdapat 7 senar saja.

Saat ini, alat musik Tarawangsa masih berguna sebagai ritual dan hiburan dalam acara-acara tertentu. Salah satu contoh penerapannya adalah dalam acara resmi pemerintah di Kabupaten Sumedang. Pada momen resmi ini, fungsi alat musik untuk menyambut pejabat dari pemerintah pusat ke wilayah tersebut. /Estri